Ponpes Al-Khoziny: Sebuah Refleksi dan Langkah Pemulihan

Ponpes Al-Khoziny

Ponpes Al-Khoziny Pada tanggal 29 September 2025, dunia pendidikan Islam di Indonesia diguncang oleh sebuah peristiwa memilukan. Bangunan musala Pondok Pesantren (Ponpes) Al-Khoziny di Buduran, Sidoarjo, Jawa Timur, ambruk saat santri tengah melaksanakan salat Ashar berjamaah. Akibatnya, 67 nyawa melayang, sementara 103 lainnya mengalami luka-luka. Insiden ini menimbulkan duka mendalam dan memicu berbagai pertanyaan tentang keselamatan bangunan wikipedia di lingkungan pesantren.

Latar Belakang Ponpes Al-Khoziny

Ponpes Al-Khoziny didirikan pada tahun 1927 dan telah menjadi pusat pendidikan Islam yang dihormati di Sidoarjo. Pesantren ini dikenal dengan metode pengajaran tradisional, seperti sorogan dan bandongan, serta studi kitab kuning yang mendalam. Dengan lebih dari 2.000 santri, Ponpes Al-Khoziny juga menyelenggarakan pendidikan formal hingga tingkat perguruan tinggi. Namun, meskipun memiliki sejarah panjang, bangunan musala yang ambruk ternyata tidak memiliki izin mendirikan bangunan (IMB) yang sah. Hal ini menimbulkan pertanyaan serius mengenai pengawasan dan regulasi terhadap pembangunan fasilitas pendidikan agama di Indonesia.

Kronologi Kejadian: Detik-Detik Mencekam

Pada sore hari tersebut, sekitar pukul 15.00 WIB, santri tengah melaksanakan salat Ashar berjamaah di musala yang sedang dalam tahap renovasi. Bangunan yang sebelumnya dua lantai sedang ditingkatkan menjadi tiga lantai. Menurut saksi mata, saat pengecoran lantai atas, struktur bangunan terasa goyah dan mengeluarkan suara retakan. Namun, kegiatan tetap dilanjutkan tanpa adanya peringatan atau penghentian sementara. Tiba-tiba, bangunan tersebut runtuh secara vertikal, menimpa para santri yang berada di dalamnya.

Proses Evakuasi dan Penanganan Korban

Setelah kejadian, tim SAR gabungan yang terdiri dari Basarnas, TNI, Polri, dan relawan segera diterjunkan untuk mencari dan mengevakuasi korban. Proses evakuasi berlangsung selama beberapa hari dengan tantangan besar akibat struktur bangunan yang ambruk secara “pancake”, di mana lantai-lantai saling menimpa secara vertikal. Sebanyak 104 santri berhasil diselamatkan, sementara 67 lainnya meninggal dunia. Identifikasi korban dilakukan oleh tim DVI Polda Jatim, dengan delapan jenazah berhasil diidentifikasi pada 9 Oktober 2025. Proses identifikasi terus berlanjut untuk memastikan identitas seluruh korban.

Penyebab Runtuhnya Bangunan: Kegagalan Konstruksi dan Regulasi

Penyelidikan awal mengungkapkan bahwa runtuhnya bangunan disebabkan oleh kegagalan struktural akibat overloading pada elemen vertikal dan fondasi yang tidak memadai. Selain itu, renovasi yang dilakukan tanpa izin resmi dan tanpa pengawasan teknis yang memadai memperburuk kondisi. Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) mencatat bahwa dari sekitar 42.000 pesantren di Indonesia, hanya sekitar 50 yang memiliki IMB yang sah. Hal ini menunjukkan lemahnya pengawasan terhadap pembangunan fasilitas pesantren, yang seharusnya memenuhi standar keselamatan bangunan.

Reaksi Pemerintah dan Langkah Pemulihan

Ponpes Al-Khoziny

Menteri Sosial, Saifullah Yusuf (Gus Ipul), mengunjungi korban yang dirawat di RSUD R.T. Notopuro Sidoarjo dan memberikan motivasi serta dukungan moral. Pemerintah berkomitmen untuk memberikan pendampingan medis, psikologis, dan sosial kepada para korban dan keluarga. Selain itu, proses rehabilitasi sosial dan pemulihan trauma akan dilakukan untuk membantu korban kembali beraktivitas normal.

Tuntutan Hukum dan Akuntabilitas

Keluarga korban dan masyarakat mendesak agar pihak pengelola Ponpes Al-Khoziny dan kontraktor yang terlibat dalam renovasi bertanggung jawab atas kejadian ini. Polisi Daerah Jawa Timur telah meningkatkan status kasus ini ke tahap penyidikan untuk mengungkap penyebab pasti dan menentukan pihak-pihak yang bertanggung jawab. Selain itu, pemerintah daerah Sidoarjo juga melakukan audit keselamatan terhadap seluruh pesantren di wilayahnya untuk mencegah kejadian serupa di masa depan.

Dampak Sosial dan Pendidikan: Semangat yang Tak Padam

Meskipun tragedi ini menimbulkan luka mendalam, semangat para santri untuk melanjutkan pendidikan tidak padam. Proses belajar mengajar (KBM) di Ponpes Al-Khoziny direncanakan akan dimulai kembali dalam dua hingga tiga minggu setelah tragedi, dengan lokasi sementara yang aman. Alumni dan pengasuh pesantren bekerja keras untuk memastikan bahwa pendidikan tetap berjalan tanpa mengabaikan keselamatan.

Refleksi dan Pelajaran yang Dapat Diambil

Ponpes Al-Khoziny

Tragedi runtuhnya Ponpes Al-Khoziny menjadi cermin bagi kita semua tentang pentingnya keselamatan dalam setiap aspek kehidupan, termasuk dalam pembangunan fasilitas pendidikan agama. Kita harus menyadari bahwa keselamatan bukanlah hal yang bisa ditawar, dan setiap bangunan, terutama yang digunakan untuk kegiatan ibadah dan pendidikan, harus memenuhi standar keselamatan yang ketat. Pemerintah, masyarakat, dan pengelola pesantren harus bekerja sama untuk memastikan bahwa kejadian serupa tidak terulang di masa depan.

Kesimpulan: Langkah Menuju Pemulihan dan Keamanan Bersama

Tragedi Ponpes Al-Khoziny adalah peringatan keras bagi kita semua. Melalui kejadian ini, kita diingatkan akan pentingnya regulasi yang ketat, pengawasan yang efektif, dan kesadaran bersama akan keselamatan. Semoga kejadian ini menjadi titik balik dalam upaya kita untuk menciptakan lingkungan pendidikan yang aman dan nyaman bagi generasi penerus bangsa.

Tragedi runtuhnya Ponpes Al-Khoziny bukan hanya meninggalkan duka bagi keluarga korban, tetapi juga menimbulkan kepedihan mendalam bagi seluruh masyarakat Indonesia, khususnya di kalangan umat Muslim yang memandang pesantren sebagai tempat suci dan aman. Banyak pihak yang kemudian menyoroti pentingnya keselamatan bangunan di lingkungan pendidikan agama, karena kejadian seperti ini tidak hanya menelan korban jiwa, tetapi juga bisa mengguncang kepercayaan masyarakat terhadap institusi pendidikan.

Para pengasuh dan pengelola pesantren menghadapi tekanan besar. Mereka harus segera menanggapi krisis ini, mulai dari penanganan korban, koordinasi dengan pihak berwenang, hingga memastikan keberlanjutan pendidikan bagi santri. Di sisi lain, banyak alumni dan masyarakat luas yang turut memberikan bantuan, baik berupa tenaga, dana, maupun dukungan moral untuk membantu proses pemulihan. Semangat solidaritas ini menjadi cahaya kecil di tengah tragedi yang besar.

Pemerintah daerah juga bergerak cepat. Selain membantu proses evakuasi dan perawatan korban, mereka melakukan evaluasi menyeluruh terhadap seluruh pesantren di wilayahnya. Hal ini bertujuan agar standar keselamatan bangunan di seluruh pesantren bisa dipastikan, dan kejadian serupa tidak terjadi lagi. Selain itu, aparat hukum memastikan bahwa proses penyidikan terhadap pihak yang bertanggung jawab berjalan transparan dan adil.

Di sisi pendidikan, meskipun bangunan musala rusak parah, kegiatan belajar mengajar di Ponpes Al-Khoziny tetap dilanjutkan. Pengasuh pesantren memindahkan aktivitas belajar ke tempat sementara yang aman, sehingga santri tetap bisa menjalankan rutinitas pendidikan mereka. Momen ini menjadi pelajaran penting bagi seluruh pengelola pesantren: bahwa keselamatan santri harus menjadi prioritas utama, bahkan lebih penting daripada kecepatan renovasi atau pembangunan.

Temukan Informasi Lengkapnya Tentang: News

Baca Juga Artikel Ini: The Great Fire in Los Angeles: A Tragic Event That Shaped the City

Author