Tari Remo Jombang: Warisan Budaya Jawa Timur yang Wajib Dilestarikan

Tari Remo

Jujur aja, dulu saya nggak terlalu ngeh sama yang namanya Tari Remo. Yang saya tahu cuma tari tradisional itu ribet, susah, dan kayaknya cuma buat anak sanggar. Tapi semua berubah waktu saya ke Jombang untuk acara sekolah. Di situlah, mata saya terbuka.

Sore itu, di halaman pendopo kabupaten, ada pertunjukan kecil. Seorang penari laki-laki pakai kostum merah menyala dengan celana panjang warna hitam, lengkap dengan selendang dan ikat kepala. Musik gamelan mengiringi langkahnya yang gagah dan gerakan kaki yang menghentak. Penonton terdiam, dan saya pun ikut terpaku.

“Ini Tari Remo, Mas,” kata warga lokal yang duduk di samping saya. Saya mengangguk, seolah-olah paham, padahal kepala ini penuh tanda tanya. Tapi sejak hari itu, saya jadi penggemar Tari Remo Jombang.

Keindahan yang Nggak Cuma Visual, Tapi Juga Filosofis

Tari Remo: Gerakan, Pola Lantai, Properti, Iringan, dan Maknanya Halaman  all - Kompas.com

Buat yang belum tahu, Culture Tari Remo itu berasal dari Jombang, Jawa Timur, dan biasanya dipakai sebagai tarian penyambut tamu atau pembuka pertunjukan ludruk. Yang bikin saya kagum adalah bagaimana gerakannya bercerita. Ada hentakan kaki yang keras, ada lambaian selendang, ada anggukan kepala yang penuh percaya diri.

Gerakannya tuh kombinasi antara maskulin dan lembut. Kalau saya perhatikan, Tari Remo ini seperti menggambarkan ksatria Jawa yang sopan tapi tegas. Jadi bukan cuma indah dilihat, tapi juga punya filosofi mendalam. Saya rasa itu yang bikin tari ini unik—nggak sekadar joget, tapi ada cerita dan karakter di balik setiap gerakan.

Kenapa Harus Dilestarikan?

Nah, ini nih bagian yang agak menguras emosi. Karena walaupun indah dan penuh makna, Tari Remo ini makin ke sini makin jarang ditampilkan di tempat umum. Banyak anak muda bahkan nggak tahu cara menarikan atau bahkan belum pernah lihat Tari Remo sama sekali. Padahal, kalau kita kehilangan ini, kita kehilangan bagian dari identitas budaya kita sendiri.

Saya pernah ngobrol sama seorang pelatih tari di Jombang. Katanya, salah satu tantangan melestarikan Tari Remo adalah kurangnya regenerasi. Anak muda lebih tertarik sama TikTok dance atau dance K-pop, dan nggak salah sih, tapi masa kita harus melupakan yang asli dari daerah kita sendiri?

Tips Belajar Gerakan Tari Remo (Buat yang Awam Banget)

Saya sempat ikut kelas tari selama sebulan waktu ada workshop budaya di sekolah. Dan ini saya share beberapa tips yang mungkin bisa bantu kalau kamu mau coba belajar Tari Remo:

  1. Fokus ke gerakan kaki dulu. Karena hentakan kaki itu inti dari Tari Remo. Kaki kanan dan kiri harus seimbang, dan harus tahan pegal, hehe.

  2. Pakai cermin saat latihan. Biar tahu ekspresi dan postur kita udah bener belum.

  3. Jangan tegang. Tari Remo walaupun gagah, tetap harus mengalir. Kalau kaku, malah kelihatan canggung.

  4. Belajar sama pelatih lokal. Serius deh, mereka tahu cara ngajarin yang enak, kadang pakai cerita juga biar gerakannya terasa lebih hidup.

  5. Latihan bareng teman lebih seru. Saya waktu itu latihan sama dua guru lain, jadi bisa ketawa-ketawa kalau salah gerakan.

Pengalaman Lainnya yang Tak Terlupakan

Pernah suatu kali, saya ngajak murid-murid untuk tampil di perpisahan kelas dengan Tari Remo. Anak-anak awalnya males, malu, dan bilang “pakai celana gombrong gitu, Pak? Nggak deh!”

Tapi setelah mereka belajar dan tampil di depan orang tua, semua berubah. Rasa bangga itu muncul. Bahkan beberapa dari mereka lanjut ikut sanggar tari. Salah satu dari mereka pernah bilang, “Pak, baru kali ini saya nari bukan buat gaya-gayaan, tapi buat jaga budaya.”

Dan saya langsung mikir, wah, perjuangan ngajarin Tari Remo ini nggak sia-sia.

Tari Itu Bukan Cuma Hiburan, Tapi Warisan

Kalau kamu pernah lihat Tari Remo secara langsung, pasti paham deh kenapa saya bisa segitunya. Ini bukan cuma soal gerakan dan kostum, tapi soal rasa. Rasa bangga, rasa terhubung dengan tanah kelahiran, rasa punya tanggung jawab buat jaga budaya sendiri.

Tari Remo Jombang bukan cuma harus dipelajari. Dia harus dirayakan, diceritakan, dan dihidupkan terus-menerus. Karena budaya yang nggak dilestarikan, lama-lama tinggal sejarah doang.

Anak Muda dan Tari Remo: Cocok Gak Sih?

Anak Muda dan Tari Remo

Pertanyaan yang sering muncul di kepala saya itu: “Apa anak-anak muda zaman sekarang masih bisa tertarik sama Tari Remo?” Jawabannya: bisa banget! Tapi pendekatannya harus beda.

Waktu saya ikut workshop tari budaya di salah satu SMA di Jombang, saya iseng tanya ke beberapa siswa, “Kenapa kamu suka Tari Remo?” Salah satu jawabannya menarik banget:

“Soalnya beda dari yang lain, Pak. Nggak semua orang bisa. Rasanya keren aja bisa nari kayak pahlawan.”

Nah loh, ternyata anak muda juga bisa merasa bangga kalau tahu ini bagian dari identitas mereka. Tinggal kita kasih ruang dan cara yang tepat.

Saya sempat bikin tantangan di kelas: siapa yang bisa kuasai 5 gerakan dasar Tarian Remo dalam seminggu, bakal dapet poin tambahan. Hasilnya? Mereka antusias banget. Bahkan ada yang sampai latihan di rumah dan kirim video ke grup WhatsApp.

Kuncinya di sini adalah membuat Tari Remo terasa relevan dan keren. Kalau perlu, gabungkan dengan unsur modern—seperti latar musik yang lebih kekinian tapi tetap menghormati esensi gerakannya.

Membawa Tari Remo ke Dunia Digital

Zaman sekarang tuh serba digital, dan kalau kita nggak ikut masuk, ya bakal ketinggalan. Saya sempat mikir, “Kenapa nggak bikin akun Instagram khusus buat dokumentasi Tari Remo dari berbagai daerah?”

Bahkan sekarang udah ada beberapa kanal YouTube yang ngajarin gerakan dasar Tari Remo step by step. Itu sangat membantu, terutama untuk mereka yang nggak punya akses langsung ke sanggar atau pelatih.

Saya sendiri pernah bantu bikin konten pendek untuk Instagram sekolah, isinya anak-anak latihan Tarian Remo. Ternyata views-nya lumayan, dan banyak komentar dari luar kota yang tertarik belajar. Dari situ saya sadar, digitalisasi bisa jadi kunci pelestarian.

Bahkan kalau kamu punya ide lebih jauh—kayak bikin game edukasi atau filter TikTok yang meniru gerakan Tarian Remo—itu bisa banget! Kreativitas anak muda sekarang tuh gila sih, asal dikasih arah.Tantangan Pelestarian: Masalah yang Gak Bisa Diabaikan

Tapi ya nggak semua hal berjalan mulus. Ada beberapa tantangan besar yang saya perhatiin selama mendampingi program pelestarian budaya ini:

  1. Minimnya pelatih muda
    Banyak pelatih Tari Remo udah sepuh. Regenerasi pelatih belum terlalu masif, jadi transfer ilmu agak terhambat.

  2. Keterbatasan dokumentasi
    Gerakan Tari Remo itu kompleks, dan kalau nggak didokumentasikan dengan baik, bisa hilang detailnya.

  3. Stigma tradisional = kuno
    Ini nih yang paling sulit. Masih banyak anak muda yang mikir tari tradisional itu nggak keren. Padahal mereka belum tahu aja dalemnya seperti apa.

  4. Dukungan pemerintah belum merata
    Beberapa sekolah masih belum punya dana atau akses untuk mendatangkan pelatih. Sayang banget kalau bakat-bakat muda nggak tersalurkan.

Harapan Saya: Tari Remo Jadi Identitas Bangsa

Kalau saya boleh bermimpi, saya ingin suatu hari nanti Tarian Remo bisa masuk kurikulum nasional, minimal sebagai ekstrakurikuler wajib di daerah asalnya. Bayangkan kalau setiap anak di Jombang bisa nari Remo sejak kecil—budaya ini bakal hidup terus secara alami.

Saya juga berharap makin banyak orang dewasa yang mau belajar dan ikut melestarikan. Bukan cuma urusan anak sekolah atau seniman. Semua bisa ambil bagian, bahkan yang cuma nonton pun ikut menjaga eksistensinya.

Dan hey, kita bisa banget mulai dari yang kecil. Misalnya, sesekali share video Tarian Remo di media sosial, atau ajak anak-anak nonton pertunjukan budaya saat ada acara lokal. Hal-hal kecil seperti itu lama-lama berdampak besar, lho.

Author