Cervicogenic Headache: Gejala, Penyebab, dan Cara Mengatasinya Secara Alami

Cervicogenic Headache

Beberapa tahun lalu, saya sempat mengalami sakit kepala yang terasa aneh. Bukan seperti migrain, bukan juga seperti tegang biasa. Rasa nyerinya mulai dari belakang kepala, menjalar ke pelipis kanan, kadang ke mata. Saya pikir awalnya karena stres kerja atau kurang tidur. Tapi setelah berminggu-minggu tidak juga membaik, barulah saya sadar: sumbernya bukan di kepala, melainkan di leher.

Saat itu saya belum tahu istilah medisnya: Cervicogenic Headache — atau dalam bahasa Indonesia disebut sakit kepala servikogenik. Ini jenis sakit kepala yang berasal dari gangguan pada struktur leher, terutama tulang belakang bagian servikal. Sejak mengenalnya lebih dalam, saya jadi sadar bahwa banyak orang mungkin salah paham tentang jenis sakit kepala ini. Maka di artikel ini, saya ingin berbagi pengalaman pribadi sekaligus pengetahuan medis yang saya pelajari selama proses penyembuhan.

Awal Mula: Saat Sakit Kepala Tak Lagi Masuk Akal

Stacy Cervicogenic Headache Treatment | Stacy, Minnesota Chiropractor | Stacy Chiropractic

Semuanya bermula dari rutinitas sederhana: bekerja di depan laptop selama berjam-jam. Sebagai guru dan penulis paruh waktu, posisi duduk saya sering kali tidak ideal. Leher menunduk, bahu menegang, mata terpaku pada layar. Suatu hari, muncul rasa kaku di tengkuk. Saya anggap sepele, berpikir cukup dioles balsem dan dipijat ringan.

Namun lama-lama rasa nyerinya berubah. Kepala terasa berat di satu sisi, terutama di belakang telinga kanan. Kadang rasa nyeri menjalar ke dahi dan mata, seperti ditekan dari dalam. Anehnya, setiap kali saya menunduk lama atau menoleh terlalu cepat, sakitnya langsung kambuh Alodokter.

Awalnya saya kira migrain. Tapi obat migrain yang biasa saya minum tidak mempan. Justru yang saya rasakan hanyalah pegal luar biasa di leher. Saat itulah saya mulai curiga: mungkin ini bukan sakit kepala biasa.

Berkonsultasi ke Dokter: Titik Balik dari Salah Paham

Saya akhirnya memutuskan untuk ke dokter saraf. Setelah pemeriksaan fisik dan wawancara singkat, dokter bertanya hal yang sederhana namun penting:

“Apakah rasa sakitnya muncul dari leher ke kepala, bukan sebaliknya?”

Pertanyaan itu membuat saya berpikir ulang. Benar juga — setiap kali leher saya terasa tegang, sakit kepala pasti muncul. Tapi saat kepala saya sakit, bagian leher pun ikut terasa kaku.

Setelah pemeriksaan lanjutan dan MRI ringan, dokter menjelaskan bahwa saya mengalami Cervicogenic Headache (CH). Ia berkata bahwa rasa sakitnya berasal dari saraf dan sendi di leher bagian atas — khususnya di tulang servikal C1 sampai C3 — yang “menyebar” sinyal nyeri ke kepala.

“Jadi sebenarnya kepala Anda tidak bermasalah,” katanya sambil tersenyum, “leher Anda yang protes.”

Penjelasan itu terasa masuk akal dan menenangkan. Ternyata tubuh punya cara unik menyampaikan keluhan, hanya saja sering kita salah menafsirkannya.

Apa Itu Cervicogenic Headache Sebenarnya?

Secara sederhana, Cervicogenic Headache adalah sakit kepala yang disebabkan oleh gangguan pada struktur leher — bisa karena otot yang tegang, sendi yang aus, saraf yang terjepit, atau postur tubuh yang buruk.

Kata “cervicogenic” sendiri berasal dari dua kata:

  • Cervico berarti leher

  • Genic berarti berasal dari

Jadi, secara harfiah artinya “sakit kepala yang berasal dari leher.”

Biasanya, gangguan terjadi pada tulang belakang servikal bagian atas (C1–C3) yang terhubung dengan saraf besar menuju kepala. Ketika area ini mengalami peradangan, tekanan, atau cedera, sinyal nyeri bisa “menipu” otak seolah rasa sakit berasal dari kepala.

Gejala yang Sering Diabaikan

Berdasarkan pengalaman pribadi dan penjelasan dokter, gejala Cervicogenic Headache cukup khas namun sering disalahartikan sebagai migrain atau tension headache. Berikut beberapa ciri yang saya alami dan juga dijelaskan secara medis:

  1. Rasa sakit di satu sisi kepala saja — sering di belakang kepala atau dekat pelipis.

  2. Nyeri berawal dari leher atau tengkuk lalu menjalar ke atas kepala.

  3. Pergerakan leher memperparah nyeri, seperti menoleh atau menunduk.

  4. Kekakuan leher kronis yang tidak hilang dengan pijat biasa.

  5. Kadang disertai rasa berat di bahu, pusing ringan, atau penglihatan kabur sesaat.

Yang paling membedakan dengan migrain adalah: pada Cervicogenic Headache, sumber utamanya adalah leher, bukan otak atau pembuluh darah di kepala. Migrain sering disertai mual, sensitivitas cahaya, dan suara; sedangkan CH lebih terasa seperti tekanan otot dan nyeri mekanis.

Penyebab Umum Cervicogenic Headache

Cervicogenic Headaches

Dari hasil pemeriksaan, dokter menjelaskan beberapa kemungkinan penyebab sakit kepala jenis ini — sebagian besar juga berkaitan dengan gaya hidup modern:

  1. Postur tubuh yang buruk
    Duduk menunduk di depan laptop atau ponsel selama berjam-jam membuat leher bekerja ekstra menahan beban kepala. Akibatnya, otot dan sendi servikal menegang dan menekan saraf.

  2. Cedera whiplash
    Cedera akibat benturan, seperti kecelakaan kendaraan, bisa menyebabkan pergeseran halus pada tulang leher yang memicu nyeri jangka panjang.

  3. Degenerasi sendi leher (osteoarthritis servikal)
    Penuaan alami atau pekerjaan fisik berat bisa membuat bantalan sendi di leher menipis, memicu peradangan saraf.

  4. Gangguan pada saraf oksipital (occipital neuralgia)
    Saraf di belakang kepala dapat terjepit akibat ketegangan otot atau trauma.

  5. Stres kronis dan ketegangan otot bahu
    Ketika stres, kita sering tanpa sadar menaikkan bahu atau menegangkan leher, yang lama-kelamaan bisa memicu nyeri servikogenik.

Perjalanan Menuju Pemulihan: Dari Fisioterapi Hingga Kesadaran Diri

Setelah tahu penyebabnya, dokter menyarankan saya menjalani fisioterapi. Awalnya saya skeptis — bagaimana mungkin latihan ringan bisa mengatasi sakit kepala seberat ini? Tapi setelah beberapa sesi, saya justru terkejut dengan hasilnya.

1. Fisioterapi dan Peregangan Terarah

Latihan sederhana seperti chin tuck (menarik dagu ke arah leher), peregangan bahu, dan latihan rotasi lembut membantu memperkuat otot penyangga kepala. Fisioterapis saya mengajarkan pentingnya menjaga alignment antara kepala, bahu, dan punggung.

Setelah dua minggu, frekuensi sakit kepala saya berkurang drastis.

2. Koreksi Postur dan Ergonomi

Saya juga mulai memperbaiki posisi kerja. Layar laptop dinaikkan sejajar mata, kursi disesuaikan agar punggung tegak, dan saya mulai menerapkan aturan “20-20-20”: setiap 20 menit menatap layar, berhenti 20 detik untuk melihat objek sejauh 20 kaki.

Perubahan kecil ini punya dampak besar. Leher saya tidak lagi terasa tegang seperti dulu.

3. Terapi Panas dan Pijat Medis

Mengompres hangat di area tengkuk sangat membantu melancarkan aliran darah. Kadang saya juga melakukan pijatan ringan menggunakan massage gun di sekitar bahu dan punggung atas. Namun saya hindari pijatan keras, karena justru bisa memperparah nyeri jika dilakukan sembarangan.

4. Mengelola Stres dan Pola Tidur

Saya juga belajar bahwa stres emosional dapat memperburuk kondisi. Maka saya mulai rutin melakukan mindfulness, jalan kaki sore, dan memastikan tidur cukup. Leher yang rileks ternyata adalah obat terbaik untuk kepala yang damai.

Peran Diagnosis yang Tepat

Salah satu pelajaran paling penting dari pengalaman ini adalah: diagnosis yang tepat menentukan pengobatan yang efektif. Banyak orang (termasuk saya dulu) mengira semua sakit kepala sama. Padahal, penanganan migrain berbeda jauh dengan Cervicogenic Headache.

Migrain biasanya memerlukan obat-obatan seperti triptan, sedangkan CH lebih efektif diatasi dengan terapi fisik dan koreksi postur. Karena itu, pemeriksaan medis — terutama MRI atau CT scan servikal — sangat penting untuk memastikan sumber masalah.

Baca  fakta  seputar : Blog

Baca juga artikel menarik tentang  : Ninja SS: Pengalaman, Tips, dan Cara Bertahan Hidup di Dunia Motor Legenda

Author